Creative Seconds

Karena Inspirasi Tak Butuh Waktu Lama

Urban Farming di Surabaya: Solusi atau Sekadar Tren?

Surabaya, kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia, menghadapi tantangan urbanisasi klasik: keterbatasan lahan hijau, polusi udara, dan ketergantungan pasokan pangan dari luar kota. Di tengah tantangan ini, urban farming atau pertanian perkotaan muncul sebagai solusi potensial. Pertanyaannya adalah, sejauh mana urban farming benar-benar memberikan dampak positif di Surabaya, ataukah hanya sekadar tren sesaat yang kurang berkelanjutan? Artikel ini akan mengupas tuntas implementasi urban farming di Surabaya, manfaat, tantangan, dan prospeknya di masa depan.

Potensi dan Inisiatif Urban Farming di Surabaya

Surabaya memiliki potensi besar untuk mengembangkan urban farming. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pangan lokal dan gaya hidup sehat semakin meningkat. Selain itu, keberadaan lahan-lahan tidur, pekarangan rumah yang tidak termanfaatkan, dan atap-atap bangunan yang kosong dapat dioptimalkan untuk kegiatan bercocok tanam.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah menunjukkan komitmennya melalui berbagai inisiatif. Salah satunya adalah program "Kampung Sayur," yang mendorong warga untuk menanam sayuran di lingkungan rumah masing-masing. Program ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan pangan, tetapi juga untuk mempererat tali persaudaraan antar warga dan menciptakan lingkungan yang lebih hijau dan asri. Pemkot juga memberikan pelatihan, bibit tanaman, dan pendampingan kepada warga yang tertarik untuk memulai urban farming.

Selain itu, terdapat pula inisiatif dari komunitas-komunitas lokal dan organisasi non-pemerintah (Ornop) yang aktif mempromosikan urban farming. Mereka mengadakan workshop, pelatihan, dan kunjungan ke lokasi-lokasi urban farming yang sukses. Beberapa komunitas bahkan mengembangkan sistem pertanian vertikal (vertical farming) dan hidroponik, yang memungkinkan bercocok tanam di lahan yang sangat terbatas.

Contoh konkret dari implementasi urban farming di Surabaya antara lain:

  • Kampung Lawas Maspati: Dikenal sebagai salah satu pelopor urban farming di Surabaya, kampung ini berhasil mengubah lahan sempit menjadi kebun sayur yang produktif. Warga menanam berbagai jenis sayuran, buah-buahan, dan tanaman obat-obatan. Hasil panen dijual di pasar lokal atau dikonsumsi sendiri.
  • Komunitas Hidroponik Surabaya: Komunitas ini aktif menyosialisasikan dan melatih masyarakat tentang teknik hidroponik. Mereka memiliki beberapa demplot hidroponik yang dapat dikunjungi oleh masyarakat umum.
  • Pemanfaatan Lahan Kosong di Lingkungan Sekolah: Beberapa sekolah di Surabaya memanfaatkan lahan kosong di lingkungan sekolah untuk menanam sayuran dan buah-buahan. Kegiatan ini tidak hanya menghasilkan pangan, tetapi juga menjadi sarana edukasi bagi siswa tentang pertanian dan lingkungan hidup.
  • Ruang Terbuka Hijau (RTH) dengan Konsep Urban Farming: Pemkot Surabaya juga mulai mengintegrasikan konsep urban farming dalam pengembangan RTH. Beberapa taman kota dilengkapi dengan area bercocok tanam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Inisiatif-inisiatif ini menunjukkan bahwa urban farming memiliki potensi yang signifikan untuk dikembangkan di Surabaya. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat, dukungan dari pemerintah, dan inovasi dalam teknologi pertanian perkotaan.

Manfaat Urban Farming bagi Masyarakat Surabaya

Urban farming menawarkan berbagai manfaat bagi masyarakat Surabaya, mulai dari peningkatan ketahanan pangan hingga peningkatan kualitas hidup. Berikut adalah beberapa manfaat utama:

  • Ketahanan Pangan: Urban farming dapat membantu meningkatkan ketersediaan pangan lokal dan mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar kota. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas harga pangan dan mengurangi risiko krisis pangan, terutama dalam situasi darurat seperti pandemi. Dengan menghasilkan pangan sendiri, masyarakat Surabaya dapat lebih mandiri dan memiliki akses terhadap makanan yang sehat dan terjangkau.
  • Peningkatan Gizi: Urban farming memungkinkan masyarakat untuk mengonsumsi sayuran dan buah-buahan segar yang kaya akan nutrisi. Dengan menanam sendiri, mereka dapat memastikan bahwa produk yang dikonsumsi bebas dari pestisida dan bahan kimia berbahaya. Hal ini dapat membantu meningkatkan kesehatan dan mengurangi risiko penyakit kronis.
  • Peningkatan Pendapatan: Urban farming dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat. Hasil panen dapat dijual di pasar lokal, melalui platform online, atau langsung kepada konsumen. Bahkan, beberapa kelompok urban farming telah berhasil mengembangkan produk olahan dari hasil panen, seperti keripik sayur, selai buah, dan teh herbal.
  • Peningkatan Kualitas Lingkungan: Urban farming dapat membantu mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas udara di perkotaan. Tanaman menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, sehingga membantu mengurangi efek rumah kaca dan polusi udara. Selain itu, urban farming juga dapat membantu mengurangi limpasan air hujan dan mencegah banjir.
  • Peningkatan Ruang Terbuka Hijau: Urban farming dapat mengubah lahan-lahan tidur dan pekarangan rumah yang tidak termanfaatkan menjadi ruang terbuka hijau yang produktif. Hal ini dapat meningkatkan estetika lingkungan dan menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan asri.
  • Peningkatan Kualitas Hidup: Urban farming dapat memberikan dampak positif bagi kesehatan mental dan emosional masyarakat. Kegiatan bercocok tanam dapat menjadi sarana relaksasi dan menghilangkan stres. Selain itu, urban farming juga dapat mempererat tali persaudaraan antar warga dan menciptakan komunitas yang lebih solid.

Tantangan dalam Implementasi Urban Farming di Surabaya

Meskipun memiliki banyak manfaat, implementasi urban farming di Surabaya juga menghadapi berbagai tantangan. Berikut adalah beberapa tantangan utama:

  • Keterbatasan Lahan: Keterbatasan lahan merupakan tantangan utama dalam mengembangkan urban farming di perkotaan. Surabaya adalah kota yang padat penduduk dengan lahan yang terbatas. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan inovasi dalam teknologi pertanian perkotaan, seperti sistem pertanian vertikal (vertical farming), hidroponik, dan aquaponik.
  • Keterbatasan Modal: Memulai urban farming membutuhkan modal awal untuk membeli bibit tanaman, pupuk, peralatan, dan sistem irigasi. Keterbatasan modal dapat menjadi hambatan bagi masyarakat yang ingin memulai urban farming. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan dukungan dari pemerintah, lembaga keuangan, dan donatur.
  • Keterbatasan Pengetahuan dan Keterampilan: Banyak masyarakat yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup tentang teknik bercocok tanam yang baik dan benar. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pelatihan dan pendampingan yang intensif dari ahli pertanian dan praktisi urban farming.
  • Kualitas Tanah dan Air: Kualitas tanah dan air di perkotaan seringkali buruk dan tidak cocok untuk bercocok tanam. Tanah mungkin terkontaminasi oleh limbah industri dan bahan kimia berbahaya. Air mungkin tercemar oleh limbah domestik dan industri. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya untuk memperbaiki kualitas tanah dan air. Tanah dapat diperbaiki dengan menambahkan kompos dan pupuk organik. Air dapat diolah dengan menggunakan sistem filtrasi.
  • Hama dan Penyakit Tanaman: Tanaman di perkotaan rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Penggunaan pestisida kimia dapat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan penggunaan pestisida alami dan teknik pengendalian hama dan penyakit yang ramah lingkungan.
  • Kurangnya Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat: Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat merupakan tantangan lain dalam mengembangkan urban farming. Banyak masyarakat yang belum menyadari manfaat urban farming dan belum tertarik untuk berpartisipasi. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan sosialisasi dan edukasi yang berkelanjutan tentang manfaat urban farming.
  • Regulasi dan Kebijakan yang Kurang Mendukung: Regulasi dan kebijakan yang kurang mendukung dapat menjadi hambatan dalam mengembangkan urban farming. Misalnya, regulasi tentang penggunaan lahan kosong dan atap bangunan untuk kegiatan bercocok tanam mungkin tidak jelas atau terlalu ketat. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan regulasi dan kebijakan yang lebih fleksibel dan mendukung urban farming.

Teknologi dan Inovasi dalam Urban Farming di Surabaya

Untuk mengatasi berbagai tantangan dalam implementasi urban farming di Surabaya, diperlukan penggunaan teknologi dan inovasi. Berikut adalah beberapa contoh teknologi dan inovasi yang dapat diterapkan:

  • Pertanian Vertikal (Vertical Farming): Pertanian vertikal adalah sistem bercocok tanam yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat. Sistem ini sangat cocok untuk lahan yang terbatas. Pertanian vertikal dapat dilakukan di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan (outdoor). Pertanian vertikal indoor biasanya menggunakan sistem hidroponik atau aeroponik.
  • Hidroponik: Hidroponik adalah sistem bercocok tanam tanpa menggunakan tanah. Tanaman ditanam dalam media tanam seperti kerikil, pasir, atau sabut kelapa. Nutrisi diberikan melalui larutan nutrisi yang dialirkan ke akar tanaman. Hidroponik sangat cocok untuk lahan yang sempit dan dapat menghasilkan panen yang lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan dengan sistem konvensional.
  • Aquaponik: Aquaponik adalah sistem integrasi antara budidaya ikan (akuakultur) dan hidroponik. Air dari kolam ikan dialirkan ke sistem hidroponik untuk memberikan nutrisi bagi tanaman. Tanaman menyerap nutrisi dari air dan membersihkan air, yang kemudian dikembalikan ke kolam ikan. Sistem aquaponik sangat efisien dan ramah lingkungan.
  • Penggunaan Sensor dan IoT (Internet of Things): Sensor dan IoT dapat digunakan untuk memantau kondisi lingkungan dan tanaman secara real-time. Sensor dapat mengukur suhu, kelembaban, cahaya, pH, dan nutrisi. Data dari sensor dapat dikirim ke platform cloud dan diakses melalui smartphone atau komputer. Informasi ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan kondisi pertumbuhan tanaman dan meningkatkan efisiensi penggunaan air dan pupuk.
  • Penggunaan Drone: Drone dapat digunakan untuk memantau kesehatan tanaman dan mendeteksi hama dan penyakit. Drone dilengkapi dengan kamera yang dapat mengambil gambar dari udara. Gambar tersebut dapat dianalisis untuk mendeteksi tanda-tanda stres pada tanaman, seperti perubahan warna daun atau pertumbuhan yang lambat. Drone juga dapat digunakan untuk menyemprot pestisida atau pupuk secara presisi.
  • Penggunaan Pupuk Organik: Penggunaan pupuk organik sangat penting untuk menjaga kesehatan tanah dan tanaman. Pupuk organik dapat dibuat dari limbah dapur, kompos, atau kotoran hewan. Pupuk organik dapat meningkatkan kesuburan tanah, meningkatkan retensi air, dan mengurangi penggunaan pupuk kimia.
  • Pengendalian Hama dan Penyakit Alami: Pengendalian hama dan penyakit alami sangat penting untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia. Pengendalian hama dan penyakit alami dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati, predator alami, atau teknik budidaya yang sehat.

Peran Pemerintah dan Sektor Swasta dalam Mendukung Urban Farming

Untuk mengembangkan urban farming di Surabaya secara berkelanjutan, diperlukan peran aktif dari pemerintah dan sektor swasta. Berikut adalah beberapa peran yang dapat dimainkan oleh masing-masing pihak:

Peran Pemerintah:

  • Penyediaan Regulasi dan Kebijakan yang Mendukung: Pemerintah perlu menyediakan regulasi dan kebijakan yang jelas dan mendukung urban farming. Misalnya, regulasi tentang penggunaan lahan kosong dan atap bangunan untuk kegiatan bercocok tanam harus fleksibel dan mudah dipahami.
  • Pemberian Insentif dan Subsidi: Pemerintah dapat memberikan insentif dan subsidi kepada masyarakat yang ingin memulai urban farming. Insentif dapat berupa bantuan modal, bibit tanaman, peralatan, atau pelatihan.
  • Penyediaan Pelatihan dan Pendampingan: Pemerintah perlu menyediakan pelatihan dan pendampingan yang intensif kepada masyarakat tentang teknik bercocok tanam yang baik dan benar. Pelatihan dapat dilakukan oleh ahli pertanian, praktisi urban farming, atau penyuluh pertanian.
  • Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat urban farming melalui kampanye sosialisasi dan edukasi yang berkelanjutan.
  • Fasilitasi Akses ke Pasar: Pemerintah dapat memfasilitasi akses pasar bagi produk urban farming melalui kerjasama dengan pasar tradisional, supermarket, atau platform online.
  • Pengembangan Infrastruktur Pendukung: Pemerintah perlu mengembangkan infrastruktur pendukung urban farming, seperti jaringan irigasi, sistem pengelolaan limbah, dan pusat distribusi.

Peran Sektor Swasta:

  • Penyediaan Teknologi dan Produk Urban Farming: Sektor swasta dapat menyediakan teknologi dan produk urban farming yang inovatif dan terjangkau. Misalnya, sistem pertanian vertikal, hidroponik, aquaponik, sensor, IoT, dan pupuk organik.
  • Pemberian Pelatihan dan Konsultasi: Sektor swasta dapat memberikan pelatihan dan konsultasi kepada masyarakat tentang teknik urban farming.
  • Penyediaan Modal dan Investasi: Sektor swasta dapat memberikan modal dan investasi kepada kelompok urban farming atau individu yang ingin memulai usaha di bidang urban farming.
  • Promosi dan Pemasaran Produk Urban Farming: Sektor swasta dapat membantu mempromosikan dan memasarkan produk urban farming melalui jaringan distribusi mereka.
  • Pengembangan Program CSR (Corporate Social Responsibility): Sektor swasta dapat mengembangkan program CSR yang mendukung urban farming, seperti memberikan bantuan modal, pelatihan, atau peralatan kepada komunitas atau sekolah.

Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dan sektor swasta, urban farming di Surabaya dapat berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat.

Urban Farming di Surabaya: Solusi atau Sekadar Tren?
Scroll to top