Creative Seconds

Karena Inspirasi Tak Butuh Waktu Lama

Urban Farming: Metode yang Umumnya Dihindari?

Urban farming atau pertanian perkotaan telah menjadi semakin populer sebagai solusi untuk meningkatkan ketahanan pangan, mengurangi jejak karbon, dan menciptakan ruang hijau di lingkungan perkotaan. Praktik ini melibatkan penanaman tanaman atau pemeliharaan hewan di dalam atau di sekitar kota. Namun, tidak semua metode pertanian cocok untuk diterapkan di lingkungan perkotaan yang memiliki keterbatasan ruang, akses sumber daya, dan potensi konflik dengan aktivitas perkotaan lainnya. Artikel ini akan membahas beberapa metode pertanian yang umumnya tidak digunakan atau dihindari dalam praktik urban farming karena berbagai alasan.

1. Pertanian Skala Besar Monokultur

Pertanian monokultur, yaitu penanaman satu jenis tanaman secara terus-menerus di lahan yang luas, seringkali tidak cocok untuk urban farming. Ada beberapa alasan mengapa metode ini jarang diterapkan dalam konteks perkotaan:

  • Keterbatasan Ruang: Lahan di perkotaan sangat terbatas dan mahal. Pertanian monokultur membutuhkan lahan yang luas untuk mencapai efisiensi ekonomi, yang sulit dipenuhi di lingkungan perkotaan yang padat.
  • Kerentanan terhadap Hama dan Penyakit: Monokultur menciptakan lingkungan yang ideal bagi hama dan penyakit untuk berkembang biak, karena tidak ada keragaman tanaman yang dapat memutus siklus hidup mereka. Di lingkungan perkotaan yang seringkali memiliki sanitasi yang kurang baik dan akses terbatas ke pestisida yang aman, pengendalian hama dan penyakit menjadi tantangan yang lebih besar.
  • Penurunan Kesuburan Tanah: Penanaman satu jenis tanaman secara terus-menerus dapat menguras nutrisi tertentu dari tanah, menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan kebutuhan akan pupuk kimia dalam jumlah besar. Hal ini bertentangan dengan prinsip keberlanjutan yang seringkali menjadi fokus utama dalam urban farming.
  • Kurangnya Biodiversitas: Monokultur mengurangi biodiversitas, yang penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menyediakan layanan ekosistem seperti penyerbukan dan pengendalian hama alami. Urban farming seringkali bertujuan untuk meningkatkan biodiversitas di lingkungan perkotaan, yang tidak sejalan dengan praktik monokultur.
  • Efisiensi Penggunaan Air: Sistem irigasi untuk monokultur seringkali dirancang untuk tanaman tertentu dan kurang adaptif terhadap perubahan kebutuhan air. Di kota-kota yang seringkali mengalami masalah kekurangan air, efisiensi penggunaan air menjadi sangat penting.

Sebaliknya, urban farming lebih sering menggunakan metode pertanian polikultur, yaitu penanaman berbagai jenis tanaman secara bersamaan, yang dapat meningkatkan biodiversitas, memperbaiki kesuburan tanah, dan mengurangi risiko serangan hama dan penyakit.

2. Penggunaan Pestisida Kimia Sintetis secara Intensif

Penggunaan pestisida kimia sintetis secara intensif sangat dihindari dalam urban farming karena beberapa alasan:

  • Kesehatan Manusia: Pestisida kimia dapat membahayakan kesehatan manusia, terutama bagi mereka yang tinggal di dekat lahan pertanian atau mengonsumsi hasil panen yang terkontaminasi. Di lingkungan perkotaan yang padat, risiko paparan pestisida lebih tinggi.
  • Pencemaran Lingkungan: Pestisida dapat mencemari tanah, air, dan udara, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan ekosistem dan manusia. Di lingkungan perkotaan yang sudah terpapar berbagai polutan, penambahan pestisida dapat memperburuk kondisi lingkungan.
  • Resistensi Hama: Penggunaan pestisida secara berlebihan dapat menyebabkan hama menjadi resisten terhadap pestisida, sehingga membutuhkan dosis yang lebih tinggi atau jenis pestisida yang lebih berbahaya untuk mengendalikan mereka.
  • Dampak pada Serangga Bermanfaat: Pestisida tidak hanya membunuh hama, tetapi juga serangga bermanfaat seperti lebah dan kupu-kupu, yang penting untuk penyerbukan tanaman.
  • Citra Negatif: Penggunaan pestisida dapat memberikan citra negatif pada urban farming, yang seringkali dipromosikan sebagai solusi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Sebagai gantinya, urban farming lebih sering menggunakan metode pengendalian hama terpadu (PHT) yang lebih ramah lingkungan, seperti penggunaan predator alami, tanaman pendamping, dan pestisida nabati.

3. Penggunaan Herbisida Non-Selektif

Herbisida non-selektif adalah jenis herbisida yang membunuh semua jenis tanaman, termasuk tanaman yang diinginkan. Penggunaan herbisida ini dihindari dalam urban farming karena beberapa alasan:

  • Kerusakan Tanaman yang Diinginkan: Herbisida non-selektif dapat merusak atau membunuh tanaman yang ingin ditanam, yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan mengurangi hasil panen.
  • Pencemaran Tanah: Herbisida dapat mencemari tanah dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman di masa depan.
  • Dampak pada Mikroorganisme Tanah: Herbisida dapat membunuh mikroorganisme tanah yang bermanfaat, yang penting untuk kesuburan tanah dan siklus nutrisi.
  • Risiko Kesehatan: Herbisida dapat membahayakan kesehatan manusia jika terpapar secara langsung atau melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi.
  • Alternatif yang Lebih Baik: Ada alternatif yang lebih baik untuk mengendalikan gulma, seperti penyiangan manual, penggunaan mulsa, dan penanaman tanaman penutup tanah.

4. Pemeliharaan Ternak Skala Besar di Ruang Terbuka

Meskipun pemeliharaan hewan dapat menjadi bagian dari urban farming, pemeliharaan ternak skala besar di ruang terbuka umumnya tidak dipraktikkan karena beberapa alasan:

  • Keterbatasan Ruang: Memelihara ternak dalam jumlah besar membutuhkan ruang yang luas untuk kandang, padang rumput, dan penyimpanan pakan. Hal ini sulit dipenuhi di lingkungan perkotaan yang padat.
  • Kebisingan dan Bau: Ternak dapat menghasilkan kebisingan dan bau yang dapat mengganggu tetangga dan menyebabkan konflik.
  • Sanitasi dan Kebersihan: Pemeliharaan ternak yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan masalah sanitasi dan kebersihan, seperti penumpukan kotoran dan penyebaran penyakit.
  • Peraturan dan Izin: Pemeliharaan ternak di perkotaan seringkali diatur oleh peraturan dan membutuhkan izin khusus.
  • Kesejahteraan Hewan: Memelihara ternak dalam kondisi yang tidak ideal, seperti ruang yang sempit dan kurangnya akses ke padang rumput, dapat mempengaruhi kesejahteraan hewan.

Jika pemeliharaan hewan dilakukan dalam urban farming, biasanya terbatas pada skala kecil dan menggunakan sistem kandang yang lebih terkontrol, seperti pemeliharaan ayam petelur dalam kandang vertikal atau pemeliharaan lebah madu di atap bangunan.

5. Pembakaran Lahan (Slash-and-Burn)

Metode pembakaran lahan (slash-and-burn) adalah praktik membuka lahan pertanian dengan cara membakar vegetasi yang ada. Metode ini sangat dihindari dalam urban farming karena alasan berikut:

  • Polusi Udara: Pembakaran lahan menghasilkan asap dan partikel yang dapat mencemari udara dan membahayakan kesehatan manusia, terutama di lingkungan perkotaan yang sudah terpapar polusi udara.
  • Kerusakan Tanah: Pembakaran lahan dapat merusak struktur tanah, mengurangi kesuburan tanah, dan meningkatkan risiko erosi.
  • Kehilangan Biodiversitas: Pembakaran lahan dapat membunuh organisme tanah dan menghancurkan habitat satwa liar, mengurangi biodiversitas di lingkungan perkotaan.
  • Risiko Kebakaran: Pembakaran lahan dapat menyebabkan kebakaran yang tidak terkendali, yang dapat merusak properti dan membahayakan nyawa.
  • Tidak Berkelanjutan: Pembakaran lahan merupakan praktik yang tidak berkelanjutan karena dapat merusak lingkungan dan mengurangi produktivitas lahan dalam jangka panjang.

6. Irigasi Banjir yang Tidak Terkendali

Irigasi banjir, yaitu mengalirkan air ke lahan pertanian secara merata, seringkali tidak cocok untuk urban farming karena alasan berikut:

  • Pemborosan Air: Irigasi banjir dapat menyebabkan pemborosan air karena sebagian air akan menguap atau meresap ke dalam tanah tanpa dimanfaatkan oleh tanaman.
  • Erosi Tanah: Aliran air yang deras dapat menyebabkan erosi tanah, terutama pada lahan yang miring atau tidak memiliki penutup tanah yang baik.
  • Penyebaran Penyakit: Irigasi banjir dapat menyebarkan penyakit tanaman melalui air yang terkontaminasi.
  • Salinisasi Tanah: Irigasi banjir dalam jangka panjang dapat menyebabkan salinisasi tanah, yaitu penumpukan garam di permukaan tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
  • Alternatif yang Lebih Efisien: Ada alternatif irigasi yang lebih efisien, seperti irigasi tetes dan irigasi mikro, yang dapat menghemat air dan mengurangi risiko erosi dan salinisasi.

Dalam urban farming, efisiensi penggunaan air menjadi sangat penting karena sumber daya air seringkali terbatas dan mahal. Oleh karena itu, metode irigasi yang lebih efisien dan terkontrol lebih sering digunakan.

Urban Farming: Metode yang Umumnya Dihindari?
Scroll to top